To read this post in English, click here
Ekonomi vs Lingkungan: Bisakah kita mencapai keseimbangan di antara keduanya?
Di dunia yang ideal, kami ingin percaya bahwa pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan dapat berjalan beriringan. Namun, ada teori politik bahwa keduanya saling eksklusif, dan suatu negara hanya dapat memiliki satu tetapi tidak yang lain. Meskipun ada argumen yang menentang validitas pernyataan ini, jumlah sumber daya yang terbatas tidak diragukan lagi mempersulit negara-negara berkembang untuk tetap hijau dibandingkan dengan negara-negara tetangganya yang berkembang dengan baik. Pertanyaannya adalah, bagaimana mungkin negara berkembang seperti Indonesia, yang masih berjuang secara ekonomi, bisa fokus pada isu lingkungan? Kuncinya adalah kebijakan lingkungan. Saya pribadi percaya bahwa dengan kekayaan sumber daya alam kita yang melimpah, Indonesia mampu hidup berdampingan dengan alam secara harmonis, asalkan kita tidak mengeksploitasi sumber daya yang diberikan kepada kita. Masalahnya, tanpa peraturan perundang-undangan yang tegas, tak seorang pun rela merelakan sumber penghidupannya demi lingkungan.
Contoh mudah yang bisa kita ambil adalah kelapa sawit di Indonesia. Kami adalah produsen minyak sawit terbesar di dunia, dan hektar hektaran lahan terus digunakan untuk perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2018, ada undang-undang yang membatasi jumlah deforestasi untuk menciptakan lahan kelapa sawit, tetapi sejak itu berakhir September lalu, tidak ada upaya untuk melanjutkan moratorium. Parahnya lagi, media nyaris tidak menyoroti hal ini, meski kita telah mengalami kemajuan yang mencengangkan sepanjang tahun, di mana Kementerian Lingkungan Hidup mengklaim bahwa tahun lalu, laju deforestasi Indonesia turun hingga 75%. Dapat dipahami bahwa Indonesia sebagai negara berkembang lebih fokus kepada pertumbuhan ekonomi. Tetapi kita gagal untuk menyadari bahwa kelimpahan kita dalam keanekaragaman hayati adalah yang membuat kita menjadi negara yang hebat. Pada akhirnya, semuanya tergantung pada siapa yang membuat undang-undang dan untuk kepentingan apa. Jelas, karena kita adalah pengekspor utama minyak sawit, komoditas itu menjadi pemasukan yang besar bagi negara kita dan dengan demikian para pembuat kebijakan lebih ragu untuk menghentikannya, terlepas dari akibatnya. Dengan diperkenalkannya kebijakan berkelanjutan yang lebih baik, adalah mungkin untuk menciptakan dunia di mana kita dapat tumbuh secara ekonomi, namun tetap melestarikan keanekaragaman hayati.
Comments