top of page
Cari

Maraknya Greenwashing di Dunia Fesyen

Industri fesyen membuat langkah besar untuk menjadi lebih ramah lingkungan. Sayangnya, beberapa perusahaan hanya melakukan greenwashing untuk menjual lebih banyak pakaian.


Seorang wanita menggunakan jumpsuit berwarna merah menenteng tas belanja H&M dan tas hitam
Greenwashing semakin marak digunakan oleh perusahaan fesyen untuk menarik konsumen


To read this article in English, click here!


Ramah lingkungan, berkelanjutan, sadar lingkungan - ini hanyalah beberapa istilah yang sering digunakan oleh merek-merek fesyen untuk mempromosikan ‘perjalanan’ mereka untuk menjadi lebih ramah lingkungan. Tidak mengherankan, meningkatnya tren perusahan go green terjadi bersamaan dengan tren konsumen menjadi lebih sadar akan pembelian mereka. Sebuah penelitian oleh McKinsey menunjukkan bahwa 70% konsumen Gen Z lebih suka berbelanja dari perusahaan yang mereka anggap ‘etis’ sementara 65% mengaku selalu mencari tahu asal usul produk sebelum membelinya [1].


Sebuah penelitian oleh McKinsey menunjukkan bahwa 70% konsumen Gen Z lebih suka berbelanja dari perusahaan yang mereka anggap ‘etis’ sementara 65% mengaku selalu mencari tahu asal usul produk sebelum membelinya.

Meningkatnya perhatian terhadap sustainability di kalangan Milenial dan Gen Z sebagai konsumen dominan saat ini tidak diragukan lagi menyebabkan perusahan untuk memikirkan kembali strategi bisnis mereka [2]. Tidak dapat dipungkiri bahwa merek-merek fesyen ingin memanfaatkan hal ini dan menarik lebih banyak pembeli yang sedang mencari produk fesyen ramah lingkungan. Namun, bukannya benar-benar mengintegrasikan sustainability ke dalam operasi bisnis mereka, tidak sedikit dari mereka hanya menggunakan taktik marketing untuk membuat impresi bahwa mereka lebih ramah lingkungan dari yang sesungguhnya - fenomena yang dikenal sebagai ‘greenwashing’.

Bagaimana perusahaan-perusahaan fesyen melakukan greenwashing?


Celah terbesar dalam sustainability adalah ketiadaan definisi yang jelas dan dapat diukur. Beberapa perusahaan memiliki hanya sedikit atau tidak ada niat sama sekali untuk meningkatkan tingkat sustainability mereka dan mengeksploitasi pengetahuan ini untuk melakukan greenwashing kepada calon pembeli, sering kali dilakukan dengan menggunakan istilah yang didefinisikan secara samar seperti 'etis' atau 'alami'.


Salah satu raksasa fash-fashion dunia, Zara baru-baru ini merilis sustainability targets. Inditex, perusahaan induk Zara mengindikasikan bahwa untuk memenuhi target-target tersebut, mereka hanya akan menggunakan bahan “organik, more sustainable, atau daur ulang” [3]. Bagi pembeli yang sedang berupaya membatasi jejak karbon mereka, klaim keberlanjutan Zara terdengar seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Namun, jika kita lihat lebih dekat, tidak ada informasi dan detail yang memuaskan yang menjelaskan apa arti 'more sustainable' juga tidak menjelaskan mengapa produk mereka lebih baik untuk lingkungan.


 
 

Alasan lain mengapa greenwashing menjadi begitu umum dalam dunia fesyen adalah rendahnya kesadaran publik tentang apa yang sebenarnya terjadi di balik layar, khususnya di bagian supply chain [4].


Sebuah toko dengan rak penuh dengan baju berwarna putih dan coklat
Rendahnya pemahanan akan dampak industri fesyen menjadi salah satu penggerak greenwashing

Sumber: Ksenia Chernaya [13]


Tidak heran jika perusahaan-perusahaan fesyen ternama memasarkan kemeja "100% katun alami" karena masih ada kesalahpahaman bahwa alami selalu berarti ramah lingkungan. Faktanya, dibutuhkan 2.700 liter untuk membuat satu kaos katun [5]. Ketika raksasa fesyen Swedia, H&M merilis Conscious Collection, mereka mengklaim pakaian mereka terbuat dari limbah makanan seperti kulit jeruk dan daun nanas. Sedikit yang diketahui oleh pembeli, untuk menghasilkan bahan kain seluas satu meter persegi saja, dibutuhkan 480 lembar daun nanas yang setara dengan limbah paling tidak 16 buah nanas [6].

"100% katun alami" karena masih ada kesalahpahaman bahwa alami selalu berarti ramah lingkungan. Faktanya, dibutuhkan 2.700 liter untuk membuat satu kaos katun.

Apakah industri fesyen benar-benar mengupayakan usaha-usaha berkelanjutan pada bisnis mereka?


Berkat proyek-proyek penelitian ambisius yang berhasil mengungkap dampak sosial ekonomi dan lingkungan dari industri fesyen, kini semakin banyak orang yang menyadari dampak sebenarnya dari pakaian mereka. Industri fesyen dilaporkan bertanggung jawab dalam menghasilkan 10% dari semua jejak karbon dari kegiatan manusia, lebih besar dari gabungan semua penerbangan internasional dan ekspedisi laut, belum lagi jumlah limbah air yang dihasilkan oleh industri [7].


Bertentangan dengan klaim-klaim hijau yang semakin merebak di industri fesyen dan dampak lingkungan dan sosialnya, Pulse of the Fashion Industry 2019 mengatakan upaya keberlanjutan industri fesyen malah terlihat melambat daripada meningkat [8]. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di industri fesyen belum melakukan usaha yang cukup untuk mengimbangi dampak yang mereka hasilkan. Lebih buruk lagi, ada kemungkinan besar bahwa komitmen keberlanjutan yang meningkat di antara merek-merek fesyen hanyalah ucapan belaka untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi.


 
 

Alsi perubahan iklim
Industri fesyen berkontribusi 10% dalam total emisi karbon dari aktivitas manusia

Sumber: Markus Spiske [14]


Jangan khawatir, berikut adalah contoh perusahaan fesyen yang benar-benar berusaha untuk menjadi lebih sustainable.


Untuk pecinta fesyen, berikut adalah berita gembira. Ada beberapa pusahaan fesyen berkelanjutan yang benar-benar bekerja untuk menghijaukan operasi bisnis mereka. Dan itulah yang harus menjadi fokus kita; mendukung mereka yang telah menunjukkan komitmen untuk meningkatkan tingkat keberlanjutan bisnis mereka sehingga perusahaan yang belum menunjukkan komitmen melihat adanya insentif untuk melakukan hal yang sama.


Pertama, ada beberapa perusahaan yang telah mengurangi dampak lingkungannya dengan mencari bahan berdampak rendah, meingkatkan efisiensi energ, atau mengurangi limbah dan sampah. Perushaan sepatu Allbirds, menggunakan energi 60% lebih sedikit selama proses produksinya dengan memproduksi sepatu yang terbuat dari wol dan bahan daur ulang sepert botol plastik dan kardus [9]. Allbirds juga memberikan informasi rinci tentang jejak karbon dari setiap sepatu yang diverifikasi oleh auditor pihak ketiga [10].


Sama halnya dengan Everlane yang menciptakan sub-merek baru yang bernama Tread ketika meluncurkan sepatu kets berkarbon netral, yang dapat menggambarkan bagaimana merek tersebut menghitung dampak lingkungan secara menyeluruh serta mengurangi dampak lingkugan lebih jauh lagi dengan menggunakan carbon offset dari proyek peterakan sapi ramah lingkungan. "Ada banyak sekali proyek carbon offset yang dapat dipilih untuk menurunkan jejak karbon, tetapi kami memilih yang terkait dengan peternakan, daripada, katakanlah, penanaman pohon, sehingga pelanggan dapat melihat bagaimana hal tersebut terkait dengan sepatu mereka," kata Alison Melville [11].


Meskipun greenwashing di industri fesyen terdengar sangatlah buruk, masih ada cara untuk menghindarinya dan lebih baik lagi, kita dapat mulai beberlanja dari perusahan fesyen berkelanjutan yang saat ini juga semakin meningkat jumlahnya. Kita dapat membantu melawan greenwashing dengan menjadi pembeli yang waspada dan terus mengumpulkan informasi dengan memastikan bahwa klaim ramah lingkungan yang dibuat oleh merek-merek favorit kita benar dan valid.


 

Kunjungi halaman Green Living Project atau post pertanyaan kalian di forum kami!

 

Sumber:


Foto

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page