To read this blog in English, click here.
Kalian melihat lemari pakaianmu penuh dengan baju, tapi pas kalian lagi siap-siap mau pergi, kalian merasa seperti nggak punya pakaian untuk dipakai. Setelah mencari berjam-jam, kalian tetap nggak menemukan pakaian yang cocok. Mungkin celananya terlalu longgar, roknya terlalu pendek atau ada noda aneh di kaosmu.
Kemudian, kalian mulai membayangkan pakaian trendi yang kamu lagi naksir. Entah bagaimana, kalian sedang menyerahkan kartu kepada kasir di toko pakaian. Nah, sekarang kalian memiliki pakaian baru.
Apakah kamu pernah mengalami kejadian seperti ini?
Jangan khawatir, kita semua pernah mengalaminya.
Baju. Suatu kebutuhan yang paling mendasar sekaligus cara mengekspresikan diri. Kita memilih pakaian berdasarkan apa yang terasa bagus di matam kita. Ada yang suka warna terang, lalu ada juga yang suka warna monokrom, bahkan ada juga yang suka keduanya. Yang menjadi persamaan adalah semua orang suka mengikuti tren terbaru. Tapi, kita perlu bertanya pada diri sendiri: apakah dedikasimu dalam mengikuti tren fesyen setimpal jika terus merusak lingkungan kita?
Tahukah kalian bahwa pakaian yang dibuang pada 2025 akan seberat populasi dunia? [1]
Gara-gara fast fashion, lebih dari 60% tekstil global terus digunakan dan produksi pakaian telah naik dua kali lipat selama 15 tahun terakhir [2]. Anehnya, penggunaan pakaian menurun hampir 40%, yang kemungkinan besar terjadi karena pergantian mode yang cepat dalam kurun waktu tertentu yang pada akhirnya mendorong konsumsi kita.
Dengan mengubah pakaian menjadi barang sekali pakai, nggak heran kalau industri fesyen merupakan penyumbang polusi terbesar kedua di dunia setelah industri minyak dan gas. Contohnya, pada tahun 2015, industri fesyen menghasilkan 1.715 JUTA TON emisi karbon dioksida—5.4% dari total 32.1 miliar ton emisi karbon seluruh dunia [3]. Selain itu, sebagian besar pakaian yang tidak terpakai langsung dikirim ke tempat pembuangan akhir atau dibakar [4].
Sumber: Motif [5]
Fesyen di dalam ekonomi sirkular menjamin pakaian yang kita pakai sehari-hari akan terbuat dari bahan yang dapat diperbaharui sekaligus aman [5]. Selain itu, ekonomi sirkular membuka peluang ekonomi bagi industri fesyen sebesar 560 miliar dolar Amerika [2]. Iya, itu besar banget! Eits, tunggu dulu. Untuk meraih peluang sebesar itu, harus terjadi perubahan yang dimulai dari meja desain, produksi hingga pasca pembelian. Nah, tanpa basa-basi, berikut adalah 4 cara bagaimana ekonomi sirkular dapat merevolusikan industri fesyen!
1. Mendefinisikan ulang tujuan dan visi industri fesyen
Dalam ekonomi sirkular, industri fesyen harus bersifat restoratif dan regeneratif. Artinya, pakaian yang diproduksi harus terus digunakan kembali oleh pembeli! 80% dari dampak lingkungan pakaian ditentukan selama proses desain [6]. Saat ini, kurang dari 1% bahan pakaian didaur ulang menjadi pakaian baru. Sungguh tidak masuk akal, kan? Sebagai solusinya, kita bisa mendaur ulang pakaian yang sudah kita nggak gunakan menjadi pakaian baru. Yang terpenting, semua pakaian harus dirancang secara efisien dan harus dipastikan bahwa semua pakaian tidak non-toxic, biodegradable dan dapat didaur ulang [5].
Sumber: Antonia Bohlke [7]
2. Lebih fokus pada Kualitas daripada Kuantitas
Setiap minggu, gerai-gerai fast fashion akan memproduksi pakaian baru menggunakan bahan baku yang tidak berkualitas (murah) dan tidak tahan lama [6]. Sebaliknya, industri fesyen di dalam ekonomi sirkular mengedepankan kualitas sehingga pakaian dapat digunakan berulang kali. Saat pakaian sudah tidak bisa dipakai lagi, maka pakaian tersebut dapat didaur ulang sehingga mengurangi limbah pakaian [2,6].
3. Menawarkan layanan purna jual
Untuk memaksimalkan penggunaan pakaian, penjual dapat memberikan layanan purna jual, entah di dalam toko atau melalui kerjasama dengan penyedia layanan purna jual di wilayah yang sama. Dengan menawarkan layanan purna jual, kita sebagai konsumen memiliki insentif yang lebih besar untuk menggunakan kembali barang yang kita punya, terutama karena kita ingin barang-barang kita bertahan lama [2].
Sumber: Ksenia Chernaya [8]
4. Memanfaatkan model bisnis persewaan dan jual kembali
Ekonomi sirkular mendorong industri fesyen untuk menggunakan model bisnis langganan, sewa dan jual kembali sehingga pembeli mempunyai pilihan baju yang banyak tanpa harus menciptakan permintaan untuk pakaian baru. Ini sangat berguna untuk penggunaan jangka pendek seperti acara black-tie atau pesta kostum [2]. Apa yang akan kamu lakukan dengan kostum penyihir dalam lemari pakaianmu?
Nilai model bisnis jual kembali didasarkan pada tingkatnya kualitas dan daya tahan pakaian. Sekarang ada banyak cara untuk menjual kembali pakaianmu yang masih bagus kalau kalian sudah bosan [2]. Daripada membuang pakaianmu, kamu dapat menjualnya kembali ke toko barang bekas atau bahkan membuka akun di berbagai situs web atau aplikasi seperti ThredUp dan Carousell.
Pakaian merupakan kebutuhan dan bentuk ekspresi kepribadian kita. Meskipun kita percaya bahwa ada kepentingannya dalam pilihan dan gaya kita, kita harus mengingat cara produk dibuat dan terbuat dari apa.
Dengan pilihan ini, kalian tetap dapat pakai baju yang berkesan tanpa merasa stres atas dampaknya terhadap lingkungan.
Ingin membahas topik ini lebih lanjut? Tulis di forum kami DISINI!
Sumber:
Gambar:
Comments