Sumber: Photo Boards [8]
To read this article in English, click here!
Peningkatan kesadaran masyarakat mengenai permasalahan lingkungan telah memberikan dampak pada banyak aspek. Salah satunya adalah gaya hidup sebagaimana dalam beberapa tahun terakhir, gaya hidup “Zero Waste” semakin dikenal di kalangan masyarakat [1].
Gaya hidup “Zero Waste” merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk mengurangi sampah dengan melibatkan Refuse, Reduce, Reuse, Recycle, and Rot (5R). Pilihan ini dapat mencegah ekstraksi sumber daya yang berlebihan, mengurangi limbah yang dikirim ke tempat pembuangan akhir atau insinerator, sekaligus mengurangi tingkat polusi yang dihasilkan oleh proses produksi, pengangkutan, dan pembuangan bahan [2].
Agar gaya hidup ini dapat berjalan secara optimal, diperlukan lingkungan yang mendukung, salah satunya dengan menerapkan ekonomi sirkular. Ekonomi sirkular adalah sebuah pendekatan ekonomi yang berfokus pada keberlanjutan dengan menjaga sumber daya alam agar dapat digunakan selama mungkin, mengekstrak nilai maksimum dan meregenerasi produk dan bahan [3].
Keduanya saling berkaitan dan membangun hubungan simbiosis-mutualisme, yang artinya kedua belah pihak saling menguntungkan satu sama lainnya. Lantas, bagaimana kedua hal tersebut dapat menjadi mitra yang dapat saling menguntungkan?
Ekonomi sirkular menciptakan iklim produksi yang ramah lingkungan
Sumber: Morning Brew [9]
Praktik ekonomi sirkular berfokus pada siklus tertutup yang mengutamakan daya tahan produk dan mengurangi limbah dengan cara daur ulang, perbaikan serta menggunakan kembali sehingga menghasilkan produksi yang lebih ramah lingkungan.
Keuntungan lain dari diterapkannya ekonomi sirkular adalah berkurangnya produksi limbah. Hal ini karena ekonomi sirkular dapat memaksimalkan seluruh bahan baku yang tersedia, sekaligus mengurangi dampak lingkungan yang terjadi dari ekstraksi sumber daya alam. Sebagai contoh, Komisi Eropa melalui Circular Economy Action Plan telah memperkirakan bahwa mereka akan mendapat manfaat dari pengurangan emisi karbon hingga 450 juta ton pada tahun 2030 [4].
Penerapan ekonomi sirkular juga turut mempengaruhi kesuburan lahan melalui praktik pertanian regeneratif seperti mengelola peternakan dan peningkatan lahan pertanian regeneratif yang berdampak pada kesehatan tanah. Salah satu contohnya adalah praktik pertanian regeneratif di lahan pertanian campuran seluas 5.000 hektar dan peternakan di North Dakota yang berpengaruh pada peningkatan infiltrasi tanahnya sebesar 30% (sekaligus meningkatkan penyerapan karbon per hektar sebesar 20%) [5].
Gaya hidup Zero Waste sebagai langkah menuju lingkungan yang lebih sehat
Sumber: Noah Buscher [10]
Dari penggunaan tas belanja ramah lingkungan dan sedotan bambu, pengurangan plastik sekali pakai hingga pembuatan ecobrick dari sampah plastik, tren gaya hidup Zero Waste dinilai dapat menjadi salah satu solusi dari permasalahan sampah saat ini.
Salah satu sampah yang mendominasi rumah tangga kita adalah sisa makanan dimana jumlahnya dapat mencapai 75 hingga 80 persen. Sampah ini merupakan bahan organik yang dapat dibuat kompos dan diubah menjadi pupuk bagi tanah [6]. Penerapan zero waste lifestyle memungkinkan kita mengolah sampah menjadi kompos.
Gaya hidup zero waste juga mendorong kita untuk mendaur ulang sampah yang kita hasilkan. Dengan mendaur ulang, kita dapat mengurangi limbah yang masuk ke tempat pembuangan sampah serta menyediakan bahan daur ulang kepada produsen untuk membuat barang baru [7].
Ekonomi sirkular dan zero waste lifestyle adalah solusi-solusi yang menjanjikan, tetapi perlu dicatat bahwa akan sia-sia apabila kita tidak ikut merubah pola pikir dan gaya hidup konsumtif kita. Oleh karena itu, ada baiknya jika kita mulai merubah cara pandang kita seperti melihat barang sebagai bentuk investasi daripada sekedar barang untuk dibeli.
Baca juga: Dampak Dari Budaya Sekali Pakai
Editor: Christopher Riandy
Referensi :
[4] https://ec.europa.eu/commission/priorities/jobs-growth-and-investment/towards-circular-economy_en
Foto :
Comments