top of page
Cari
Gambar penulisYasmin Jayanti

Ekonomi Sirkular Akan Memenangkan Perang Indonesia dengan Limbah Makanan. Ini Alasannya.

To read this post in English, click here


Jakarta – Setiap detik, limbah makanan sebanyak enam truk sampah dinyatakan hilang atau terbuang sia-sia. Bagaimana sesuatu yang semua orang anggap sebagai salah satu kebutuhan yang paling mendasar dapat terbuang begitu saja sangat membingungkan [1].



Satu tas yang berisi apel di lantai yang tumpah
Begitu banyak makanan terbuang sia-sia, meskipun masih ada banyak gunanya

Sumber: Jasmin Sessler [10]


Menurut PBB Lingkungan, estimasi kerugian yang diakibatkan oleh food loss dan food waste mencapai 310 miliar dolar AS, sementara nilainya naik dua kali lipat di negara maju [2]. Permasalahan ini diakibatkan oleh sejumlah faktor [3]. Selain itu, permasalahan ini juga mempunyai dampak lingkungan yang semakin lama semakin besar sehingga tidak bisa dianggap sebagai sekedar limbah organik.


Telah diketahui bahwa setiap dolar yang digunakan untuk membeli makanan, masyarakat besar menanggung kerugian dua kali lipat dalam hal biaya kesehatan, lingkungan dan ekonomi. Kerugian tersebut adalah dampak dari produksi pangan yang bersifat linear [1]. Menurut WWF, food waste menghasilkan gas metana, salah satu gas rumah kaca yang mempunyai dampak yang lebih terhadap perubahan iklim dibandingkan karbon dioksida [4].


Pada tahun 2050, sekitar 5 juta orang diperkirakan akan meninggal akibat sistem produksi pangan kita, dari polusi udara dan air, paparan pestisida sampai penggunaan antibiotik berlebihan [1].


 
 

Masalah Indonesia Dengan Limbah Makanan


Saat ini, Indonesia merupakan negara penghasil limbah makanan terbesar kedua di dunia. Infrastruktur yang tidak memadai, budaya dan standar makanan yang tinggi oleh produsen adalah beberapa faktor penyebab [7].


Selain itu, Surplus Indonesia, organisasi non-profit di Indonesia, juga menekankan bahwa proses penyiapan makanan di Indonesia cenderung boros sehingga bagian makanan yang sebenarnya dapat dimakan akhirnya terbuang sia-sia. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh Surplus Indonesia, “banyak penjual makanan yang lebih memilih untuk membuang makanan yang tidak terjual ketimbang mendonasikan makanan berlebihnya atau menjualnya dengan harga yang lebih murah, dengan alasan membuang makanan tidak dilarang oleh pemerintah. Padahal makanan tersebut masih layak makan.”


Walaupun Pemerintah Indonesia telah mendorong beberapa kerangka hukum, penegakan hukum serta kesadaran masyarakat akan permasalahan limbah makanan cenderung minim sehingga dibutuhkan solusi berbasis komunitas agar permasalahan ini semakin terminimalisir [8].


Bagaimana ekonomi sirkular dapat mengatasi permasalahan limbah makanan


Dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi sirkular menawarkan potensi untuk mengatasi masalah-masalah lingkungan termasuk limbah makanan melalui praktik pertanian regeneratif yang mempunyai dampak positif pada kesehatan ekosistem. Salah satu contohnya adalah menggunakan rotasi tanaman [1].


Ekonomi sirkular juga berfokus pada mengkonversi limbah organik menjadi sesuatu yang mempunyai nilai [5]. Contohnya, Uni Eropa telah mengadopsi praktik ekonomi sirkular untuk seluruh tahap produksi dan konsumsi pada tahun 2030 dengan tujuan untuk mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB [6]. Sejumlah perusahaan bahkan telah memulai mengkonversi limbah makanan menjadi alat makan dan barang lain-lain [5].



Buah-buahan yang membusuk di tanah
Ada berapa cara lain untuk mendapatkan manfaat dari makanan, daripada membuangnya ke sampah

Sumber: Joshua Hoehne [11]


Indonesia dapat mengikuti jejak Uni Eropa dengan menerapkan ekonomi sirkular. Akan tetapi, transisi ini memerlukan pola pikir yang baru dimana makanan harus dilihat sebagai sesuatu yang berharga daripada hanya sekedar komoditas terutama bahan makanan yang tidak dimakan. Contohnya, makanan yang berlebihan dapat dibagikan kepada komunitas yang kekurangan serta mengkonversi bahan makanan yang ditolak oleh produsen menjadi bahan bakar nabati, pupuk dan obat-obatan [1].


 
 

Terlebih daripada itu, sistem ekonomi sirkular membutuhkan kolaborasi dari seluruh masyarakat, dari Pemerintah hingga individu [9]. Surplus menambahkan bahwa transisi ke ekonomi sirkular akan menjadi tantangan bagi Indonesia, akan tetapi hal ini tidak boleh dijadikan alasan untuk mundur.


Seperti apa yang dilakukan oleh Uni Eropa, Indonesia harus transisi ke ekonomi sirkular untuk mengatasi permasalahan limbah makanan karena transisi tersebut akan mempunyai dampak positif pada lingkungan sekitar.


 

Ada topik yang ingin kami tulis? Klik DISINI

 

Sumber:


Foto



0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

תגובות


bottom of page