top of page
Cari

Dampak dari Budaya Sekali Pakai

Plastik mempunyai dampak negatif pada laut, margasatwa dan pemanasan global, tetapi apakah plastik pelaku satu-satunya?

Sumber: Brian Yurasits [14]


To read in English, click here


Jakarta — Plastik sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari sehingga sulit membayangkan hidup tanpa menggunakan plastik. Akan tetapi, hampir semua Negara di seluruh dunia berusaha untuk mencari alternatif pengganti plastik mengingat dampak negatif yang timbul dari penggunaan plastik pada lingkungan, margasatwa dan kesehatan.


Pertanyaannya adalah: bagaimana materi yang dulunya dijuluki sebagai penemuan terbesar dalam sejarah menjadi musuh terbesar masyarakat modern?



1. Pencemaran air laut akibat sampah plastik

Plastic waste stranded by the ocean
Diperkirakan sekitar 8 juta ton sampah plastik berakhir di lautan setiap tahunnya

Sumber: Angela Compagnone [15]


Diperkirakan sekitar 8 juta ton sampah plastik berakhir di lautan setiap tahunnya [1].


Masalahnya, plastik dapat bertahan selama beratus-ratus tahun. Contohnya, pada tahun 1992, sebuah kontainer dengan isi 28 ribu bebek plastik hilang setelah jatuh dalam perjalanan dari Hongkong ke Amerika Serikat. Sampai detik ini, beberapa bebek plastik ini dapat ditemukan di pesisir pantai Hawaii bahkan membeku di Kutub Utara [2].


Selain itu, plastik yang terbuang ke laut juga mengancam habitat binatang laut, seperti anjing laut, ikan paus, penyu dan burung laut yang sering terperangkap oleh jaring ikan [3].


Pada tahun 2018, seekor paus ditemukan mati setelah mengkonsumsi 115 gelas plastik, 25 kantong plastik, botol plastik, dua pasang sandal jepit dan satu kantong dengan isi 1.000 bundel tali [4].

Terlepas dari itu, sinar matahari, angin dan gelombang dapat memecah plastik menjadi partikel mikroplastik yang mudah dikonsumsi sepanjang rantai makanan, termasuk manusia.


Di kota Makassar, ditemukan bahwa 55% ikan di pasar telah terkontaminasi dengan mikroplastik dan ini menimbulkan risiko kesehatan dikarenakan mikroplastik mengandung zat kimia yang berbahaya yang dapat menyebabkan risiko kesehatan bahkan kematian [3,5].


Dari segi ekonomi, pencemaran laut akibat sampah plastik juga mempunyai dampak negatif pada nelayan yang bergantung dari tangkapan hasil laut dan juga 13 juta masyarakat Indonesia yang bekerja di bidang pariwisata laut [5].


Dengan laju saat ini, diperkirakan bahwa jumlah sampah plastik akan melebihi jumlah ikan di laut pada tahun 2050. [1].

 
 

2. Banjir

A road sign getting drowned by flood
Plastik yang tidak dikelola dengan baik juga berpotensi meningkatkan risiko banjir

Sumber: Kelly Sikkema [16]


Sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik sangat merugikan pada sisi ekonomi karena saluran air yang tersumbat meningkatkan risiko banjir.


Berdasarkan penelitian Bank Dunia, 20% sampah plastik di Indonesia berakhir di sungai [6]. Alhasil, risiko banjir pun meningkat karena adanya penyumbatan saluran air.

Lebih dari itu, endapan sampah plastik juga berpotensi menjadi pemicu berkembang-biaknya berbagai macam jenis penyakit dan ini memberikan dampak yang lebih besar terhadap masyarakat sederhana dimana sebagian besar tinggal berdekatan dengan sungai dan berkemungkinan besar mereka tidak mampu menanggung biaya pengobatan apabila mereka terserang penyakit.



3. Emisi gas rumah kaca

Smokestack coming from plants
3.8% emisi gas rumah kaca yang diproduksi secara global berasal dari plastik

Sumber: Pixabay [17]


Plastik merupakan salah satu penyebab pemanasan global karena 3.8% emisi gas rumah kaca yang diproduksi secara global berasal dari plastik [7].


Sisa karbon terperangkap di dalam produk plastik dan pelepasannya dalam bentuk emisi gas rumah kaca bergantung pada cara pembuangan plastik tersebut. Jika ditimbun di TPA, maka karbon yang tersisa akan tetap tersimpan. Akan tetapi, apabila ada pemicu, maka akan berproses secara kimiawi dan akan melepaskan karbon ke atmosfer selama ratusan tahun [1,5].


Pembakaran sampah plastik adalah cara yang paling umum dilakukan di Indonesia. Setiap tahun, sebesar 47% sampah plastik dibakar baik oleh rumah tangga dan pelaku bisnis [5]. Tetapi, perlu diingat bahwa membakar plastik dapat melepaskan zat kimia dan logam yang berbahaya bagi kesehatan, seperti dioksin, furan, timah, nikel, kromium dan seng [8].


Hal ini menjadi dilema jika dikaitkan dengan fasilitas yang mengkonversi sampah plastik menjadi energi karena adanya pro dan kontra pembangunan fasilitas ini karena zat kimia dan logam yang timbul dari prosesnya. Selain itu, pembangunan fasilitas tersebut tidak merubah mentalitas buat-pakai-buang masyarakat Indonesia [9]. Ada juga yang berpendapat dengan tingkat daur ulang yang rendah sementara sampah plastik terus meningkat, mengapa tidak dibakar untuk dijadikan energi? Hal-hal tersebut perlu dipertimbangkan mengingat Indonesia berencana untuk membangun fasilitas yang mengkonversi sampah plastik menjadi energi.


Apabila tingkat penggunaan plastik naik sesuai prediksi, maka emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sektor plastik di dunia akan bertanggung jawab atas 15% anggaran karbon tahunan pada tahun 2050, naik 1% dari tingkat saat ini [7].

4. Masalah kesehatan dan keselamatan

A child picking waste in a landfill
Risiko kesehatan yang diakibatkan oleh plastik lebih tinggi pada masyarakat berpenghasilan rendah

Sumber: Hermes Rivera [18]


Aditif yang digunakan saat memproduksi plastik mempunyai risiko kesehatan.


Contohnya, Bisphenol A (BPA) diduga menyebabkan gangguan hormon yang dapat memicu kanker testis, obesitas dan/or gangguan reproduksi [10]. Janin dan anak-anak sangat rentan karena sistem hormon mereka masih berkembang.


Selain itu juga ada ftalat yang merupakan salah satu aditif yang paling berbahaya. Dalam beberapa tahun terakhir, ftalat telah dikaitkan dengan sejumlah masalah kesehatan, seperti asma, masalah perkembangan saraf dan diabetes tipe II [11].

Seperti yang dikatakan sebelumnya, membakar plastik juga melepaskan dioksin dimana zat tersebut dapat meningkatkan risiko gangguan reproduksi dan perkembangan, kerusakan sistem kekebalan tubuh, gangguan hormon dan kanker [12].


Secara tidak langsung, endapan sampah dari banjir juga dapat menyebabkan infeksi kulit dan diare yang mudah menyebar dan menyerang siapa saja, khususnya anak-anak di bawah usia 5 tahun [6].


Adapun dampak negatif yang paling parah, yaitu risiko kesehatan lebih tinggi pada masyarakat berpenghasilan rendah, terutama komunitas pemungut sampah yang umumnya bekerja dengan kondisi yang berbahaya dengan upah rendah. Telah terbukti bahwa masa hidup komunitas pemungut sampah jauh di bawah rata-rata [13].

 
 

Sangat mudah untuk menyalahkan plastik sebagai penyebab terhadap dampak di atas, tetapi perlu disadari bahwa penyebab utama polusi plastik di Indonesia adalah budaya sekali pakai masyarakat Indonesia. Maka dari itu, langkah pertama yang harus diambil apabila kita ingin mengurangi sampah plastik yang kita pakai adalah merubah cara kita menggunakan dan mengelola plastik dan hal-hal tersebut dapat dilakukan dengan mengadopsi ekonomi sirkular dimana hidup berkelanjutan menjadi prioritas utama.


Sumber: Markus Spiske [19]


 

Plastik manakah yang dapat didaur ulang? Apa yang dimaksud dengan bioplastik? Apa arti dari angka yang ada di kontainer plastik? Cari tahu jawabannya di FORUM kami!

 

Sumber:


Foto:

bottom of page