top of page
Cari

Berteman dengan Air: Bagaimana Inisiatif Kota Spons Dapat Memberantas Banjir di Jakarta

Tak terduga bahwa mengubah Jakarta menjadi spons raksasa dapat menyelamatkan ibukota kita agar tidak terendam air.

Ibukota Indonesia dilapisi dengan infrakstur tradisional
Kombinasi penurunan tanah dan perubahan iklim memperburuk kondisi banjir di Jakarta

Sumber: Tom Fisk [8]


To read this article in English, click here.


Jakarta — Kenaikan permukaan air laut menjadi masalah bagi semua kota pesisir di seluruh dunia, tetapi dampak ini terasa lebih besar di beberapa kota yang mengalami penurunan tanah.


Kota-kota yang mengalami kedua fenomena tersebut mempunyai risiko banjir sangat tinggi. Sebagai contoh, Jakarta kebanjiran setelah dilanda hujan badai pada awal memasuki tahun 2020 [1]. Setidaknya 60 korban tewas dan lebih dari 170,000 penduduk harus dievakuasi.


Indonesia bukan satu-satunya negara yang sedang mencari solusi untuk melawan kondisi banjir yang semakin lama semakin parah. Di China, hampir 641 dari 654 kota kerap dilanda banjir, terutama kota-kota besar di tepi laut seperti Shanghai [2]. Pada tahun 2015, Pemerintah China akhirnya meluncurkan Inisiatif Kota Spons di 16 kota untuk kemudian diperluas menjadi 30 kota, termasuk kota Shanghai, Wuhan dan Xiamen [3]. Melalui inisiatif Kota Spons ini, Pemerintah China berharap 80% wilayah perkotaannya dapat menyerap dan pada akhirnya dapat menggunakan kembali 70% air hujan pada tahun 2030 agar mengurangi risiko banjir sekaligus meningkatkan ketersediaan air di dalam kota.


Apa yang dimaksud dengan Kota Spons?

Sumber: World Economic Forum [4]


Peningkatan pembangunan kota-kota pesisir yang dilakukan secara tidak terkendali pada akhirnya memperlemah pertahanan kota terhadap banjir [5]. Pembetonan, jalanan beraspal, trotoar, atap dan lahan parkir menjadi penyumbang terbesar dalam hal menghalangi sirkulasi air alami yang mengakibatkan air hujan pun tidak dapat menginfiltrasi tanah di daerah perkotaan.


Sebagaimana diketahui, kebanyakan instalasi pengelolaan air di kota pesisir tidak dapat mengakomodasi semua air limbah serta air hujan yang terbawa oleh sistem drainase kita sehingga polusi air pun semakin parah.


Sebaliknya, kota spons berfokus pada infrastruktur hijau seperti kolam buatan, jalan permeabel, atap hijau serta lahan basah dengan tujuan untuk memfasilitasi sirkulasi air alami sehingga ketersediaan air serta pertahanan kota terhadap banjir pun semakin meningkat [5].


"Kita bisa berteman dengan air," kata Profesor Kongjian Yu, seorang arsitek kota spons terkemuka dan pendiri Turenscape di Beijing. "Kota spons memungkinkan sirkulasi air alami. Kami menggunakan sistem lahan basah yang berfungsi sebagai spons untuk menyimpan air daripada menyerapnya secara utuh." [4]

Intinya, konsep kota spons menunjukkan bagaimana infrastruktur hijau memiliki potensi untuk menghadapi risiko banjir yang disebabkan oleh penurunan tanah dan kenaikan permukaan air laut.


 
 


Apakah inisiatif ini sungguh bekerja?

Huangpu Qu, China
Di China, hampir 641 dari 654 kota kerap dilanda banjir, termasuk kota Shanghai

Sumber: Zhang Kaiyv [9]


Kota Lingang mempunyai misi untuk menjadi kota spons terbesar di China. Oleh sebab itu, pemerintah kota Lingang telah merenovasi jalan sepanjang 36 kilometer dengan bahan permeabel dan merenovasi sebuah taman menjadi taman spons dengan kapasitas penyerapan air hujan sebesar 158 meter kubik di kolam dan 190 meter kubik di lahan basah [6].


Selain itu, pemerintah kota Lingang juga memasang sensor, melakukan analisis big data dan menggunakan teknologi cloud computing untuk memonitor curah air hujan agar dapat mengurangi risiko banjir.


Infrastruktur hijau di atas terbukti efektif saat kota Lingang berhasil melawan topan Lekima pada bulan Agustus lalu [6]. Hasil yang sama juga dapat terlihat di kota spons Xiamen dan Wuhan dimana model kota spons bekerja secara efektif selama hujan lebat mengguyur kota-kota tersebut [7].



Terlihat baik, tapi apakah Jakarta siap untuk transformasi sebesar ini?

Kota Jakarta
Konsep kota spons menawarkan solusi yang efektif dalam hal penanganan banjir di kota Jakarta

Sumber: Afif Kusuma [10]


Melakukan renovasi kota berskala besar seperti ini tidak luput dari tantangan. Salah satu tantangan yang akan dihadapi oleh kota Jakarta apabila ingin mencontoh jejak Pemerintah China dalam hal pembangunan infrastruktur kota spons adalah kurangnya lahan. Selain itu, kondisi sistem drainase di Jakarta mungkin kurang memadai sebab saluran air sering tersumbat dengan endapan limbah rumah tangga sehingga risiko banjir pun semakin meningkat [1].


Akan tetapi, tantangan terbesar tidak jauh dari biaya. Meluncurkan insiatif seperti kota spons membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Dalam kasus China, subsidi dari pemerintah pusat hanya berlaku sampai dengan tahun 2020. Dalam arti lain, pemerintah lokal harus mencari cara untuk memberikan insentif bagi investor swasta sehingga pihak mereka tertarik untuk terlibat dalam projek ini [3].

“Salah satu cara adalah melibatkan pengembang real estat sebab pembangunan kota spons dapat meningkatkan nilai tanah sekitar," kata Dr Faith Chan, asisten profesor di bagian geographical sciences di University of Nottingham Ningbo China [3].

 

Meskipun tantangan di atas perlu dipertimbangkan, ada baiknya jika Jakarta mulai memirkan solusi untuk menghadapi risiko banjir sebab masalah ini tidak akan menunggu kita. Masa depan kita bergantung pada keputusan serta tindakan yang kita ambil saat ini dan melihat betapa efektifnya inisiatif kota spons di China, kita mempunyai alasan kuat untuk tetap optimis dan kota Jakarta mempunyai alasan yang lebih kuat untuk menjadi kota spons berikutnya di Asia atau dunia.


 

Apakah konsep kota spons merupakan solusi untuk masalah banjir di Jakarta? Tulis pendapat atau pertanyaan Anda DI SINI!


Sumber:


Foto:


0 komentar
bottom of page