To read this article in English, click here.
Karena COVID-19, jumlah limbah plastik sekali pakai telah meningkat secara drastis. Tahun lalu, gubernur Jakarta Anies Baswedan, menandatangani peraturan untuk menghentikan pasar dan toko-toko dari menggunakan kantong plastik sekali pakai yang efektif sejak 1 Juli 2020. Terkait larangan ini, Direktorat Pengelolaan Sampah - Direktorat Jenderal PSLB3 KLHK, memiliki beberapa pernyataan terkait peraturan baru tersebut agar masyarakat umum dapat lebih memahami implementasi dan dampaknya.
Lucas van Oort [1]
Pengelolaan Limbah Plastik Indonesia Meningkat
Plastik sekali pakai telah menjadi masalah utama di negara ini, tetapi fluktuasi pengelolaan dan penggunaan tergantung pada peraturan, budaya, dan populasi masing-masing kota. Namun, KLHK mengklaim telah ada kemajuan dalam pengelolaan limbah jika dibandingkan dengan 10 tahun terakhir.
Pemerintah melihat berkurangnya jumlah sampah plastik sekali pakai di kota-kota besar seperti Jakarta. Hal ini disebabkan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang dikelola, berdasarkan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 97/2017 tentang Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah.
Undang-undang ini bertujuan untuk mengurangi limbah kota hingga 30% dan mengelola hingga 70% limbah pada akhir tahun 2025, untuk saat ini KLHK menginformasikan bahwa kita sedang membuat kemajuan dan terus-menerus fokus kepada pengelolaan limbah di seluruh Indonesia.
Berkaca pada Manajemen Larangan Plastik 2019 di Bali
Seperti yang telah disebutkan, data dalam penggunaan dan pengelolaan limbah plastik berbeda dari masing-masing kota, tetapi Bali telah terbukti mengurangi penggunaan plastik yang fantastis hingga 80% sejak penerapan peraturan tersebut. Fakta ini membuktikan bahwa sampah plastik bukan masalah yang mustahil untuk dikalahkan, tetapi walaupun ini merupakan kemajuan besar, Bali masih harus melewati jalan panjang untuk mencapai 100%.
Data berhenti di 80% karena tidak semua pengguna dan distributor plastik mudah berkooperasi dalam membuang bahan beracun ini. Peraturan tersebut berhasil karena pusat perbelanjaan besar relatif lebih mudah untuk menemukan sumber lain dari tas belanjaan non-plastik. Tapi tidak halnya dengan vendor & pasar mikro dan kecil.
Jakarta terdiri dari berbagai agen pasar, belum lagi budaya yang sama sekali berbeda dari Bali. Undang-undang yang baru diimplementasikan dapat memakan waktu beberapa tahun untuk mengikuti apa yang telah dicapai Bali, tetapi pemerintah kita memiliki pandangan positif untuk kemajuan keseluruhan yang akan dicapai Jakarta.
Masalah lain yang dihadapi Jakarta adalah beberapa kontra dari orang-orang yang mendapatkan keuntungan dari penggunaan plastik. Plastik sekali pakai adalah keuntungan untuk perusahaan daur ulang pribadi, menghasilkan uang dari limbah yang tidak diinginkan. Untungnya, argumen itu tidak disetujui oleh Mahkamah Agung Jakarta.
Baca Juga: Mendengar Pendapat Masyarakat Jabodetabek tentang Larangan Penggunaan Kantong Plastik di Jakarta
COVID-19 Tidak Menahan Implementasi Larangan Plastik
Dalam pandemi ini, hal-hal tertentu perlu ditahan untuk memprioritaskan kesehatan dan kesejahteraan warga negara, tetapi peraturan yang baru ditandatangani masih dilaksanakan sesuai dengan rencana semula.
Pemerintah secara aktif terus menerapkan dan memantau pelarangan hingga mencapai targetnya. Mereka meyakinkan semuanya akan dilakukan di bawah protokol COVID-19, memastikan pandemi tidak menghalangi proses apa pun.
Mereka berharap agar pasar dan warga setempat bekerja sama dan memberi perhatian penuh untuk mencapai target bersama. Idealnya, pemerintah akan mengizinkan dan melanjutkan upaya pengelolaan limbah, sementara pengusaha, pasar, dan vendor, (kecil atau besar) akan mengadopsi kebijakan baru, dan tentu saja masyarakat akan bekerja sama dalam menyesuaikan kebiasaan konsumsi dan gaya hidup.
Ada yang kamu ingin kami tulis? Beri tahu kami DI SINI!
Foto
댓글