top of page
Cari

Makan Produk Lokal + Kurangi Makan Daging = Diet Ramah Lingkungan

Alasan mengapa mengkonsumsi produk lokal dan mengurangi makan daging akan membantu melawan dampak perubahan iklim

Peternakan sapi di Prancis
Satu kilogram daging sapi dapat menghasilkan kurang lebih 60 kilogram gas rumah kaca

Sumber: Annie Spratt [6]


To read this article in English, click here.


Jakarta — Seberapa seringkah Anda memikirkan tentang asal makanan Anda, apakah makanan tersebut baik untuk kesehatan Anda, atau bagaimana diet Anda mempengaruhi Bumi kita?


Walaupun sulit untuk dipercaya, sistem pangan kita bertanggungjawab atas 26% emisi gas rumah kaca, 70% pengunaan air dan 50% pengunaan lahan. Namun, sebanyak 815 penduduk dunia masih kekurangan gizi sementara kita menyia-nyiakan sepertiga dari makanan kita, baik melalui food loss ataupun food waste karena berbagai-macam alasan seperti, kurangnya infrastruktur dan fasilitas penyimpanan, serta standar produk yang teramat tinggi [1,2].


Implikasinya jelas: sistem pangan kita membutuhkan biaya, sama sekali tidak inefisien dan akibatnya merusak lingkungan kita. Lebih penting lagi, semua ini memberikan tanda bahwa kita perlu perubahan besar dalam cara pola makan kita dan akan semakin baik jika perubahan ini segera dilaksanakan.




Makan Produk lokal vs. Kurangi Makan Daging


Selama ini, telah muncul beberapa versi pola makan yang berkelanjutan. Contohnya, pada tahun 2007, New Oxford American Dictionary Word of the Year adalah locavore dan ini menunjukkan bahwa semakin banyak individu yang membeli makanan lokal. Sejak saat itu, kata-kata "belilah makanan lokal" pun menjadi populer dikarenakan banyaknya anjuran yang mengatakan membeli makanan lokal lebih baik untuk kesehatan dan juga lebih ramah lingkungan sebab food mile yang lebih pendek tentu akan mengurangi emisi gas kaca yan dihasilkan [3].


Akan tetapi, banyak yang berpendapat bahwa apa yang kita makan mempunyai dampak lingkungan yang lebih besar dibandingkan membeli makanan lokal.


Menurut penelitian dari Journal of Environment and Technology pada tahun 2008, tidak mengkonsumsi daging sapi serta produk susu sekali seminggu lebih efektif mengurangi gas rumah kaca daripada membeli makanan lokal [4].


So, Which One Is The Better Option?

Emisi gas rumah kaca dari supply chain
Transportasi yang hanya beertanggungjawab atas 10% jejak karbon makanan kita

Sumber: Our World in Data [1]


Mari kita lihat grafik di atas yang meneliti 29 produk makanan, serta kadar gas rumah kaca yang dihasilkan di setiap tahap supply chain. Dapat dilihat bahwa sebagian besar emisi makanan kita berasal dari proses pertanian (coklat) dan perubahan dalam pengguanaan lahan sementara sebagian kecil berasal dari transportasi yang hanya beertanggungjawab atas 10% jejak karbon makanan kita.


“Makan produk lokal hanya mempunyai dampak yang besar jika transportasi bertanggungjawab atas sebagian besar jejak karbon makanan kita, tetapi kenyataannya tidak seperti itu,” tulis Hannah Ritchie [1].

Telah diketahui bahwa makanan hewani menghasilkan jejak karbon yang lebih tinggi dibandingkan makanan nabati. Buktinya, daging sapi selalu menempati posisi pertama dalam hal penghasilan jejak karbon tertinggi. Pemicunya adalah luasnya tanah yang dibutuhkan, serta jumlah air dan pakan yang digunakan untuk menghidupi hewan-hewan ternak. Lebih parahnya lagi adalah tingginya kadar gas metana yang dihasilan oleh hewan ruminansia. Mungkin ilustrasi berikut akan membantu Anda untuk mendapatkan suatu gambaran: satu kilogram daging sapi menghasilkan 60 kilogram gas rumah kaca, sementara satu kilogram kacang polong hanya menghasilkan satu kilogram. Artinya, daging sapi menghasilkan gas rumah kaca 60 kali lebih tinggi dibandingkan kacang polong.



Antara lain, apa yang Anda makan (atau tidak makan) lebih penting daripada seberapa jauh perjalanan makanan Anda.


Akan tetapi, penjelasan di atas tidak bertujuan agar Anda mengesampingkan anjuran untuk makan produk lokal. Perlu dicatat bahwa walaupun transportasi merupakan bagian kecil dari emisi kita, makanan yang perlu diangkut melalui udara menghasilkan emisi yang sangat tinggi. Meskipun makanan-makanan tersebut merupakan 0.16% dari total jumlah makanan kita, emisi yang mereka hasilkan sangatlah tinggi. Faktanya, makanan-makanan tersebut menghasilkan karbon dioksida 50 kali lebih banyak daripada apa yang diangkut melalui air [1]. Maka dari itu, mengurangi atau berhenti mengkonsumsi makanan-makanan tersebut akan memberikan dampak positif kepada lingkungan kita!


Mengetahui makanan mana yang diangkut melalui udara tidaklah mudah, tetapi menghindari sayuran dan buah-buahan yang cepat busuk, seperti buah beri, buncis dan asparagus sangat membantu. Selain itu, memeriksa negara asal makanan setiap kali kita berbelanja juga akan membantu [3].



Kesimpulan

Pola makan nabati
Cara yang paling efektif adalah mengadopsi pola makan nabati dan menggunakan produk lokal

Sumber: Ella Olsson [7]


Makan produk lokal akan membantu mengurangi total emisi sekaligus melindungi petani kita. Akan tetapi, cara yang paling efektif untuk melindungi lingkungan kita ialah untuk mengadopsi pola makan nabati dengan menggunakan produk hasil lokal. Ingat, ini bukan berarti Anda harus menjadi vegan detik ini juga.


"Hal utama yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah merubah pola pikir kita dimana daging adalah sebuah pusat di piring," kata Sharon Palmer, ahli gizi dan ahli topik sustainability [5].

Jika kita semua mempunyai keinginan besar untuk mengadopsi pola makan nabati, kita dapat mengurangi karbon dioksida sebanyak 8 gigaton setiap tahunnya [5].


Mari kita mulai melakukan Meatless Mondays!


 

Mau tahu lebih banyak lagi? Ayo nonton sesi Live Talk kita tentang Food Waste dan peran Instagram dengan fenomena ini DISINI!

 

Sumber:


Foto:


Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page