top of page
Cari
Sabut Kharisona

Apakah Pendanaan Bahan Bakar Fosil Dapat Dihentikan?

To read this article in English, please click here!

 

Apa itu Bahan Bakar Fosil? Dan Apa Dampaknya Bagi Lingkungan?


Bahan bakar fosil merupakan salh satu dari beberapa bahan terpenting dalam kehidupan kita sehari-hari. Bahan bakar fosil juga dikenal sebagai hidrokarbon dimana mereka hanya terdiri dari dua elemen: hidrogen dan karbon. Mereka dapat ditemukan di kerak bumi yang terbentuk dari tumbuhan dan hewan yang membusuk jutaan tahun yang lalu. Bahan bakar fosil digunakan untuk menghasilkan energi dengan proses pembakaran, baik di rumah untuk menghasilkan panas atau di pembangkit listrik besar untuk menghasilkan listrik. Mereka juga digunakan untuk menggerakkan mesin. Beberapa contoh bahan bakar fosil adalah batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Bahan bakar fosil adalah sumber daya yang tidak terbarukan, yang berarti pasokannya terbatas dan akan membutuhkan jutaan tahun untuk membentuk deposit batu bara, minyak, dan gas alam baru. [1][2].



Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan emisi karbon yang menyebabkan pemanasan global


Sumber: Britannica [11]


Betapapun pentingnya peran bahan bakar fosil, dampaknya bagi lingkungan benar-benar berbahaya. Menurut Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), emisi dari bahan bakar fosil adalah penyebab utama pemanasan global. Pada tahun 2018, bahan bakar fosil dan industri menyumbang 89 persen emisi CO2 global. Sekarang, suhu global rata-rata telah meningkat sebesar 1 derajat Celcius. Pemanasan di atas 1,5°C akan mengancam dunia dengan meningkatnya kenaikan permukaan laut, cuaca ekstrem, hilangnya keanekaragaman hayati, dan kepunahan spesies, serta kelangkaan pangan, memburuknya kesehatan, dan kemiskinan bagi jutaan orang di seluruh dunia [3].


Pendanaan Bahan Bakar Fosil


Meskipun sangat jelas bahwa bahan bakar fosil berbahaya bagi planet kita, proyek perluasan bidang pekerjaan ini dan pendanaannya tampaknya masih jauh dari melambat. Ini karena keuntungannya yang besar dan cepat, serta sangat aman dan rendah resiko kerugiannya. Hal ini menarik banyak pemangku kepentingan untuk menanamkan modalnya di bidang tersebut, tidak terkecuali pemerintah.


Pemerintah di seluruh dunia memberikan setidaknya $775 miliar hingga $1 triliun subsidi setiap tahun untuk bahan bakar fosil, tidak termasuk biaya bahan bakar fosil lainnya seperti perubahan iklim, dampak lingkungan, konflik dan pengeluaran militer, serta dampak kesehatan. Angka ini bervariasi dari tahun ke tahun tergantung pada harga minyak, tetapi selalu dalam ratusan miliar dolar. Ketika eksternalitas dipertimbangkan, seperti dalam studi tahun 2015 oleh Dana Moneter Internasional, biaya bahan bakar fosil yang belum dibayar melebihi $5,3 triliun per tahun, yang berarti $10 juta per menit [4]. Bank juga merupakan badan yang tidak dapat dikecualikan dari investasi bahan bakar fosil. Menurut sebuah laporan oleh koalisi organisasi non-pemerintah, 60 bank teratas dunia telah memberikan $ 3,8 triliun pembiayaan kepada perusahaan bahan bakar fosil sejak perjanjian iklim Paris pada tahun 2015 [5].


Bagaimana di Indonesia?


Hal-hal tidak berjalan lebih baik di Indonesia. Terlepas dari komitmen untuk meningkatkan aksi iklim dan mencapai target Kesepakatan Paris untuk menjaga suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius, Indonesia masih memberikan subsidi energi fosil yang signifikan [6]. Berdasarkan laporan International Institute for Sustainable Development’s Global Subsidies Initiative (GSI), dari Rp108,5 triliun stimulus fiskal yang diberikan kepada sektor energi Indonesia dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), Rp95,3 triliun diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau yang menggunakan bahan bakar fosil secara intensif [7]. Menurut pakar IISD, subsidi energi saat ini tidak hanya mendorong konsumsi yang boros tetapi juga secara tidak proporsional menguntungkan orang kaya, dengan konsekuensi sosial, ekonomi, lingkungan, dan kesehatan yang merugikan [8].


Hal ini sangat bertolak belakang dengan ambisi negara untuk mencapai emisi nol bersih. Pemerintah Republik Indonesia tetap memberikan subsidi bahan bakar fosil meskipun berusaha untuk mengurangi gas rumah kaca dan mendorong penggunaan energi terbarukan. Menurut data Climate Transparency 2021, Indonesia menghabiskan USD 8,6 miliar untuk subsidi bahan bakar fosil pada 2019, dengan minyak bumi menyumbang 21,96 persen dan listrik menyumbang 38,48 persen. [9].


Pada 2014-2017, Indonesia berhasil mereformasi subsidi BBM dan listrik, meski tetap mengalokasikan subsidi energi fosil yang cukup besar. Namun subsidi energi meningkat sebesar 27% antara 2017 dan 2019. “Pemberian subsidi energi fosil tidak hanya menghambat rencana dan upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dan dekarbonisasi, tetapi juga mengakibatkan inefisiensi dalam penggunaan energi, dan menimbulkan pemborosan karena tidak tepat sasaran. subsidi, dan membuat energi terbarukan sulit bersaing,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR [10].



Masyarakat Indonesia menyuarakan kepedulian mereka terhadap perubahan iklim


Sumber: CNBC Indonesia [12]


Apa yang Dapat Dilakukan?


Masalah bahan bakar fosil merupakan masalah kompleks yang tidak dapat diselesaikan hanya oleh satu atau dua pihak saja, melainkan, diperlukan tindakan kolektif dari masyarakat seluruh dunia dan seluruh pemangku kepentingan. Banyak pihak yang terlibat dalam menciptakan masalah ini dimana masing-masing pihak memiliki peran masing-masing dalam menjaga stabilitas usaha mereka. Melihat seberapa cepat dan besar keuntungannya, tentunya mereka tidak akan melepaskan bisnis ini dengan mudah, maka dari itu perlu dilakukan tindakan yang terorganisir dan terencana dengan baik selangkah demi selangkah jika ingin menggulingkan bahan bakar fosil. Kebiasaan lama juga bisa menjadi faktor yang menghambat kita untuk beralih ke energi terbarukan.


Sebagai warga biasa, kita dapat memainkan peran kita dalam transisi bahan bakar fosil ke energi terbarukan dengan mulai berinvestasi dalam pembangkit energi terbarukan seperti panel surya, turbin angin, sistem pembangkit listrik tenaga air, dan sebagainya jika memungkinkan. Kita juga dapat menyuarakan tuntutan kita dengan menandatangani petisi terkait penghentian penggunaan bahan bakar fosil atau kita dapat menggunakan suara kita dalam pemilihan umum pemerintahan untuk memilih kandidat yang memiliki agenda yang jelas dan tepat dalam mendukung transisi dari energi kotor ke energi bersih. Dari situ, kita bisa meningkatkan permintaan energi terbarukan dan pada akhirnya akan menarik berbagai pihak. Pemangku kepentingan dan investor akan mulai melihat bisnis energi terbarukan sama menguntungkannya, atau bahkan lebih menguntungkan dari bahan bakar fosil. Hal ini tentunya juga akan membuat pemerintah lebih menaruh fokus pada energi terbarukan atau energi bersih, dan membuat mereka tanpa ragu menempatkan pendanaannya pada energi terbarukan. Dalam skenario ini, pendanaan bahan bakar fosil pada akhirnya akan menjadi sesuatu yang tidak lagi diperhitungkan, yang berarti pendanaan bahan bakar fosil dapat dihentikan, jika kita semua bekerja sama.








Sumber:


Foto:








0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Komentáre


bottom of page