top of page
Cari

Apakah Edible Cutlery adalah Solusi Terdepan untuk Peralatan Makan Plastik Sekali Pakai?

To read this article in English, click here


Polusi plastik masih menjadi salah satu masalah lingkungan yang paling banyak dibicarakan saat ini. Salah satu dari sekian banyak sumber pencemaran plastik adalah peralatan makan plastik. Meskipun kita sudah terbiasa menggunakan peralatan makan plastik untuk berbagai acara, pesta, atau akomodasi perjalanan, masih banyak orang yang tidak menyadari bahwa sampah alat makan tersebut membutuhkan waktu hingga 1.000 tahun untuk terurai dan selama prosesnya akan membocorkan bahan kimia ke lingkungan [1].


Sebaliknya, opsi alat makan yang dapat dimakan atau edible cutlery dapat terurai secara alami. Yang menjadi pertanyaannya adalah: apakah edible cutlery adalah solusi yang tepat terhadap salah satu penyebab polusi plastik yang terus meningkat?

 
 

Apa itu edible cutlery?

Sendok yang bisa dimakan oleh Bakeys
Apakah edible cutlery adalah solusi yang tepat terhadap salah satu penyebab polusi plastik yang terus meningkat?

Sumber: Posist [8]


Edible cutlery dibuat dari bahan-bahan yang aman untuk dimakan. Contohnya, alat makan yang diproduksi oleh Bakeys terbuat dari beras, gandum, dan sorgum sehingga dapat dikonsumsi oleh komunitas vegan. Sendok ini hadir dalam tiga rasa: tawar, manis, dan pedas. Apabila pengguna tidak ingin memakan sendoknya setelah selesai makan, edible spoon ini akan terdekomposisi secara natural dalam kurun waktu empat hingga lima hari [2].


Menurut Narayana Peesapaty, pendiri dan manager Bakeys, edible cutlery juga merupakan alternatif yang lebih sehat dibandingkan dengan alat makan plastik sekali pakai yang mengandung zat karsinogenik dan bersifat neurotoksik ketika larut dalam makanan kita [3].


Bisnis pembuatan edible cutlery terus berkembang. Sebagai bukti, beberapa pengrajin lokal di Indonesia juga mulai memasuki pasar pembuatan edible cutlery, seperti CV Yant Sorghum.


CV Yant Sorghum berbasis di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Perusahaan ini memproduksi berbagai produk yang terbuat dari sorgum, seperti kue kering, beras, dan edible cutlery yang dijual secara online maupun offline.


Usaha ini juga berjalan dengan konsep korporasi petani, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan memberikan nilai tambah pada hasil pertaniannya sehingga para petani dapat meningkatkan daya tawar mereka [4].

 
 

Permasalahan pada Edible Cutlery


Walaupun edible cutlery sukses menarik perhatian para konsumen, Bakeys sebagai produsen masih merasa sulit dalam mendorong konsumen untuk menggunakan edible cutlery sebab sebagian besar tidak tertarik karena terbiasa menggunakan alat makan plastik sekali pakai [5].


Edible cutlery juga sempat dikritik oleh komunitas pejuang lingkungan. “Saya pikir edible cutlery ini adalah ide yang menyenangkan; ini benar-benar menunjukkan bahwa ada solusi yang inovatif dan kreatif untuk alat makan plastik sekali pakai,” tutur Emily Alfred, juru kampanye limbah di Toronto Environmental Alliance, “tapi menurut saya belum cukup” [6].


Yang menjadi pokok permasalahannya adalah edible cutlery masih bersifat sekali pakai dan memakan sumber daya alam dan energi yang tinggi dalam proses pembuatannya. Selain itu, penggunaan edible cutlery mempunyai risiko berkontribusi pada pemanasan global karena proses penguraiannya dapat menghasilkan gas metana yang lebih berbahaya dibandingkan CO2 [7].


 

Terlepas dari itu, sangat menyenangkan melihat adanya persatuan dalam menghadapi polusi plastik. Walaupun solusi yang tepat masih dicari, yang dapat kita lakukan sebagai konsumen adalah membatasi konsumsi plastik kita dengan membawa alat makan dari rumah masing-masing.

 

Temukan kami di Instagram, Facebook and Youtube!

 

Sumber:

[2]https://www.foodunfolded.com/article/5-reasons-to-use-edible-utensils-a-plastic-alternative


Foto:

0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page