To read this blog in English, click here
Sumber: Irene Davila [11]
“Alami, ramah lingkungan dan biodegradable!”
Sudah berapa kali kalian mendengar iklan perusahaan yang menggunakan kata-kata di atas selama beberapa tahun terakhir ini?
Jangan tertipu! Walaupun kesannya ramah lingkungan, ini hanyalah taktik agar konsumen memiliki pandangan yang lebih baik terhadap perusahaan sehingga perusahaan mengalami peningkatan profit, atau lebih dikenal dengan sebutan greenwashing.
Pada dasarnya, greenwashing adalah suatu strategi pemasaran atau komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan citra yang ramah lingkungan kepada konsumen tanpa melakukan kegiatan yang berdampak pada kelestarian lingkungan [1].
Sebagai konsumen, kita harus waspada tentang greenwashing dan berikut adalah 4 tanda greenwashing yang kita harus perhatikan sebelum membeli apapun:
1. All talk but no walk
Salah satu ciri-ciri greenwashing adalah ketika perusahaan menggunakan terminologi ‘hijau’ tanpa memberikan penjelasan apapun yang mendukung klaim seperti “eco-friendly” atau 100% terbuat dari bahan daur ulang [2,3].
Sebagai contoh adalah kasus Fiji Artisanal Water yang memasarkan produk mereka ramah lingkungan walaupun kenyataannya produknya dikemas dalam botol plastik sekali pakai [4].
2. Tidak ada bukti legitimasi
Contoh lain adalah L’Oreal yang melakukan greenwashing dengan memasarkan produknya layak dikonsumsi oleh komunitas vegan padahal L’Oreal masih menerapkan animal testing [5].
Walaupun saat ini definisi “vegan” masih ambigu, jelas sekali bahwa komunitas vegan menentang keras kegiatan yang melukai atau membahayakan hewan termasuk animal testing.
Contoh lain adalah memasang stempel kelinci atau daun di tampilan produknya agar memberikan kesan ‘hijau’. Ketika kalian ingin memastikan produk yang kalian ingin beli “vegan”, cek apabila produk tersebut memiliki stempel The Vegan Society atau Leaping Bunny [3]. Stempel persetujuan dari badan pemerintahan juga merupakan tanda legitimasi juga [6].
Sumber: Mert Guller [12]
3. Detail dalam produk
Kalian juga bisa perhatikan detail produk yang kalian ingin beli seperti kemasan, bagaimana proses produksinya dan siapa yang memproduksinya [7].
Salah satu contoh kasus greenwashing adalah McDonalds. Restoran cepat saji yang berasal dari Amerika Serikat ini telah mengganti sedotan plastik menjadi sedotan kertas demi mencapai komitmennya dalam menggunakan kemasan dari bahan-bahan yang dapat diperbarui dan didaur ulang pada tahun 2050. Masalahnya, sedotan kertas yang disediakan oleh McDonalds TIDAK BISA didaur ulang [8].
4. Tampilan “hijau”
Strategi greenwashing dijalankan dalam bentuk iklan, promosi atau kegiatan yang bertemakan ramah lingkungan. Salah satu contoh yang kerap dilakukan oleh perusahaan adalah menampilkan gambar pohon atau bunga pada produknya. Ketika kita melihat iklan seperti ini, kita harus lebih waspada [9].
Mari kita ambil contoh Fiji Water sebagai contoh. Jika kalian perhatikan, kalian akan sadar bahwa Fiji Water berupaya keras untuk menyalurkan citra ‘hijau’ dengan menampilkan gambar dedaunan dan pegunungan pada produknya. Namun, hal ini tidak memungkiri fakta bahwa Fiji Water mempunyai dampak lingkungan yang besar sebab produknya masih dikemas dalam botol plastik sekali pakai [10].
Baca Juga: Dampak dari Budaya Sekali Pakai
Mengenali greenwashing memang sulit sehingga kalian jangan cemas apabila kalian tidak menyadarinya. Salah satu cara agar kita tidak terjerumus oleh taktik perusahaan adalah melakukan riset tentang latar belakang perusahaan serta produk yang kalian akan beli.
Kami juga berharap kalian akan terus mendukung perusahaan yang berkontribusi pada gerakan berkelanjutan!
Tau cara lain untuk mengenali greenwashing? Yuk sharing di sini
Sumber:
Foto:
Comments